Langsung ke konten utama

Lebaran

Tak ada ketupat apalagi pecel dan sambel kacangnya. Tak ada adik, mae dan bapane. Sedikit hampa, ada kesesakan yang membuat mata mulai berembun. Tapi aku menahannya. Untung sekarang ada kecanggihan teknologi yang bisa menyambungkan dua hati yang terpisah diantara beberapa pulau dan negara. 

Langsung saja ku telpon keluargaku. Melalui nomer mae. Pas nyambung, terdengar suara perempuan di seberang sana. Aku mengucapkan salam dan langsung meminta maaf pada ibuku/ mae karena lebaran sangat cocok untuk ajang maaf dan memaafkan tanpa menafikan hari yang lainnya. Nah, sejenak setelah itu aku mendengarkan sedikit isak tangis dari mae. Siapa yang tak haru mendengarkan tangisan orang tua, terutama ibu. Perasaanku terhanyut kepada kesesakan yang tadi semoat kurasakan, tiba-tiba mataku memanas, aku tahan agar tidak jatuh air itu. Aku masih bisa menahan di pagi ini untuk tidak cengeng. Paling tidak nanti malamnya turun hujan. Aku memikirkan selama ini sepertinya aku belum bisa memberikan kebanggaan satupun untuk orang tuaku. Anak macam aku ini. Setelah ibuku sedikit reda dengan sesenggukkannya, aku menanyakan kabar bapane, mbahe dan adi adi ku.. Setelah itu mae memberikan teleponnya ke yang lain.

Akupun berbicara ke semuanya, bermaaf-maafan di hari kemenangan. Kemenangan dari segi apa, aku bingung. Padahal diriku belum bisa akur dengan diriku yang lain yakni nafsuku. Malah aku masih sering kalah dengannya. Tapi aku optimis kepada Tuhan yang akan memberikan kekuatannya kepada hambanya yang mau berusaha sekuatnya. Jadi aku kembali berpikir kepada hari kemenangan dimana seharusnya di sana ada ketupat dan opor ayam menurutku. Tapi sekarang tidak. Untungnya ada ayam bakar, walaupun seperti tak ada bumbunya tapi ku bayangkan bahwa itu opor ayam. Dan walaupun tak ada ketupat yang penting ada nasi. Setelah makan makan selesai kami ada cara bersalam-salaman sesama orang indonesia dan sesama perantau dari negara lain. Memang tak ada orang tua, tapi paling tidak ada sahabat dan saudara sesama muslim. Untuk para pencari ilmu. Semoga ilmu yang kita dapat nanti bisa bermanfaat.

                                       Ankara, 25 Juni 2017


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat untuk Mantan, BiIQis

Yth. Kepada Mantan BiIQis Di manapun berada.                 Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.                      Sapardi Djoko Damono Sehubungan dengan datangnya surat ini, aku ingin memberikan kabar bahwa aku di sini sedang tidak terlalu baik tapi tidak juga buruk. Udara musim dingin belum begitu bersahabat denganku sehingga kadang membuatku merasa kurang nyaman. Ya, walaupun begitu, aku tidak bisa menafikan keindahan hujan saljunya yang memberikan hiburan tersendiri bagiku, karena menurutku hujan salju itu seperti hujan gula ...

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahi...