Langsung ke konten utama

Bisikan Hujan

Sekitar pukul 14.30 Waktu bagian Ciputat, Saya bergegas menuju stasiun Pondok Ranji dengan angkot berwarna merah jurusan bintaro-lebakbulus kalo nggak salah. Duduk di angkot panas-panasan kira-kira seperempat jam, setengah jam kayaknya plus ngetemnya. Memanfaatkan waktu yang ada, saya berpikir ngalor-ngidul, entah membayangkan apa waktu itu, padahal seharusnya saya bisa melakukan hal yang bermanfaat, yaitu dengan memikirkan kamu yang tersipu malu sedang membaca dalam hati yang syahdu umur, telah dipakai untuk apa sajakah selama ini. kebaikan? Atau keburukan? Atau bertafakkur, atau bisa juga dzikiran dalam hati. 

Singkat cerita, setelah sampai stasiun Pondok Ranji, saya segera memesan tiket menuju Pondok Cina. Yap, Hari ini saya mendapatkan undangan ngumpul bersama orang-orang langka yang dulunya ketika di kampus banyak meluangkan waktunya untuk berkontribusi dalam mengembangkan softskill mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Negeri Jakarta. 

Alhamdulillah dengan perantara kereta Commuterline saya bisa sampai stasiun Pondok Cina dengan cepat dan selamat. Berikutnya saya tinggal menuju Masjid Universitas Indonesia, dan tak lama kemudian smartphone saya berdering, yap, ketua sekaligus bos yang akan mentraktir kita semua (mantan anak Magenta), menelepon saya, untuk memastikan sudah sampai di mana posisi saya. Ya, untuk info tambahan. Selain karena berkumpul dengan orang-orang langka, yang menjadi daya tarik untuk menghadiri pertemuan kali ini adalah adanya traktiran dari ketua kami yang telah sukses menurut versi saya.

Setelah berjumpa dengan MUI (Masjid Universitas Indonesia, lupa nama aslinya), saya mendirikan sholat asar terlebih dahulu, yang lain sudah sholat semua. Selesai sholat, kami semua segera menaiki mobil mewah berwarna silver milik ketua kami, untuk menuju rumah makan duuuh.. lupa namanya.. bumbu... bumbu apa gitu.. bumbu dapur ya?.. eh. Sebenarnya ada satu lagi yang mau ikut menyusul, Si Sep, tapi pas ditunggu tak kunjung datang. Mungkin ada keperluan lain yang mendesak. 

Walhasil cuma kita berenam deh yang ngumpul. Ada ka Dim, Ka put, Si Mul, Si Rin, Si Nur dan saya sendiri. Setelah sampai di TKP, para wanitanya langsung memesan dengan makanan dg sedikit malu-malu. Tapi pesennya lumayan banyak. untung Ka Dim, sudah sukses jadi tak usah dipermasalahkan masalah sekecil ini. hehe. Sebagai lelaki yang harus selalu menjaga pandangannya. Saya memesan jus wortel. Maksud saya menjaga pandangan agar tetap awas memandang, walaupun sudah harus menggunakan kacamata. 

Adzan magrib telah berkumandang, tapi si mbak rumah makan belum menuntaskan semua pesanan kami, jadi akhirnya kami sholat dulu. Setelah semua sholat, baru kita memulai perburuan di meja makan. Target pada kesempatan kali ini adalah beberapa cumi dengan saus tiram dan saus asam, udang, tahu-tempe dan satu lagi.. mmm kangkung mana kangkung?? ternyata cak kangkung, masih berhalangan hadir bung. Menindaklanjuti hal ini, saya segera menghubungi mbak Rumah makan demi mengkonfirmasi ketidakhadiran cak Kangkung, dan ternyata di menu pesanan kami cak kangkung belum terdaftar. Kamipun segera memesannya bersama jus wortel yang baru untuk saya, berhubung jus wortel yang lama dijadikan tempat kolam pemandian oleh seekor cicak yang jatuh tanpa permisi.

Akhirnya tanpa menunggu kehadiran cak kangkung, kami telah memulai dinnernya. Sambil ka Dim membuka obrolannya, dan akhirnya semua ikut nimbrung hingga pembicaraan diantara kami menjadi terasa begitu hangat. Saat itu yang menjadi topik kami ialah jeng jeng.. "Peran Keridhaan Orang Tua terhadap Kesuksesan Anak". Ini dibuat seperti judul resmi sebuah makalah biar terlihat keren. Intinya yang kita fokuskan ialah mengenai segala pencapaian kita yang di dalamnya pasti mengandung doa orang tua, sehingga diperlukan kerelaan orang tua terhadap jalan apa saja yang kita pilih nantinya untuk mewujudkan masa depan kita. Namun tidak semua orang tua memiliki pandangan yang sama dengan anaknya mengenai pilihan hidup dalam karir misalnya, karena banyak orang tua selalu memandang anaknya masih menjadi anak kecil yang belum mengerti atas dampak yang akan diterima anaknya ketika membuat suatu pilihan. Sehingga membuat para orang tua khawatir dengan pilihan anaknya tersebut. Oleh karena diperlukan adanya sebuah komunikasi yang intens dan elegant di antara orang tua dan anak, sehingga mereka akan saling memahami keputusan yang telah diambilnya. Tentunya kondisi ini bisa diciptakan oleh si anak maupun orang tua, untuk saat ini kami memposisikan sebagai anak sehingga kami yang harus membuat kondisi ini. 

Walaupun nanti juga ditemukan ada orang tua yang kurang demokratis terhadap anaknya, tapi paling tidak, kita telah menyampaikan keinginan kita. Dan alangkah lebih baiknya jika kita mau berkompromi dengan diri kita sendiri. Sebagai anak, kita memang harus melakukan yang terbaik untuk orang tua kita sejauh batasan-batasan yang ada. Jadi dengan adanya dialog yang demokratis dan etis diharapkan pilihan yang akan kita ambil nantinya bisa sejalan dengan ridha dari orang tua sehingga akan memberikan peluang lebih besar untuk mengantarkan kita kepada kesuksesan.

Kayaknya sih itu yang berhasil saya tangkap, tapi kemungkinan kesalahan pasti selalu ada. Ditunggu nasehatnya terhadap apa yang kurang atau ada yang kelebihan dalam memyampaikan topik ini.

Akhirnya kami mengakhiri pertemuan kali ini. Hujan pun mulai turun memberikan kesejukannya di bumi Depok pada sabtu malam itu. Tetesan airnya terdengar lirih seakan sedang berbisik kepada kami. Berikanlah juga kesejukan ini untuk keluarga kalian...

Ini ada fotonya, yang moto Si Nur

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat untuk Mantan, BiIQis

Yth. Kepada Mantan BiIQis Di manapun berada.                 Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.                      Sapardi Djoko Damono Sehubungan dengan datangnya surat ini, aku ingin memberikan kabar bahwa aku di sini sedang tidak terlalu baik tapi tidak juga buruk. Udara musim dingin belum begitu bersahabat denganku sehingga kadang membuatku merasa kurang nyaman. Ya, walaupun begitu, aku tidak bisa menafikan keindahan hujan saljunya yang memberikan hiburan tersendiri bagiku, karena menurutku hujan salju itu seperti hujan gula ...

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahi...