Langsung ke konten utama

klakson

Siang itu sekitar pukul 14.30, udara di sekitar ciputat dan sekitarnya masih cukup panas. Kira-kira mencapai 34°C. Kendaraan di sepanjang jalan Juanda padat merayap. Bunyi klakson yang memekikkan telinga seakan menjadi ajang eksistensi diri di bawah teriknya matahari. Tubuh ini terasa basah kuyup oleh lelehan keringat yang sedari tadi masih mengalir. Panas. Mungkin terlalu panas untuk diriku baru sehari tinggal di daerah Ciputat, berbeda sekali dengan kampung halamanku di dieng, Jawa Tengah, yang hawa paginya selalu menusuk tulang. okelah. aku akan mencoba bernegoisasi dengan tubuhku untuk mulai terbiasa dengan rasa panas ini. Tapi tidak dengan bunyi ini, aku tak bisa memalingkannya, ini seperti gaduh dan kacau bergabung jadi satu menghasilkan jeritan-jeritan penderitaan yang menyayat hati. Membuat kepalaku pening. seminggu saja seperti ini terus, tampaknya aku akan menjadi orang gila. Aku menggerutu dalam hati, mengapa setiap orang perlu membunyikan klaksonnya sesering ini. Untuk kali ini, tampaknya aku gagal bernegoisasi dengan tubuh ini.

Aku memandangi ke sekitarku untuk melihat seperti apa muka orang yang membunyikan klakson itu. Pertama, ku pandangi seorang supir angkot yang berada di sebelah kiriku tampak kesal sedang memenceti klaksonnya sambil mengomelkan sesuatu, entah kepada dirinya sendiri atau kepada penumpangnya. Kemudian aku melihat seorang lelaki setengah baya mengendarai sepeda motor yang sedang membawa paket delivery order. Dia berada di depanku, dia membunyikan klakson jarang jarang, dia lebih aktif bergerak mencari celah di antara mobil-mobil lainnya. 

Selanjutnya, ku alihkan pandanganku ke seorang lelaki di sebelah kananku, mungkin usianya sekitar 30 an. Saat itu, ia mengenakan helm half face dengan membuka bagian kacanya. Sehingga tampak jelas muka lelaki tersebut. Mukanya tampak datar, dingin, seolah tak terjadi apapun. Tapi yang saya kesalkan kenapa tangannya dengan asyik menekan tombol klakson seenaknya, tanpa peduli memikirkan akibat dari bunyi yang dihasilkannya tersebut membuat orang lain terganggu. Tanganku akhirnya gatal juga ingin menyentuh tombol klakson dengan sekeras-kerasnya agar orang-orang juga tau kalo ada aku disini yang ingin segera meninggalkan hingar bingar jalan ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahiran kota Nisaphur /Naisabur, Iran.

1

Hai kamu.. Gimana kabarnya sehat kah? Sehat memang salah satu nikmat yang kadang manfaatnya baru kita rasakan jikalau kita sakit, jadi yuk jangan lupa bersyukur atas kesehatan kita sampai hari ini. Di indonesia masih musim hujan ya? Eh maksudnya yang bagian pulau jawa. Enak dong bisa menikmati gurihnya makan mendoan dengan ditemani harumnya aroma secangkir kopi hangat, pasti kerasa banget kan kenikmatan suasana hujan itu. Apalagi kalau ditambah dengan berkumpul bersama sahabat, keluarga atau orang tercinta pasti momen hujan akan membuat semuanya menjadi lebih hangat. Apakah kamu masih suka pergi ke sekolah untuk bertemu dengan anak-anak kecil yang selalu membuat mu melupakan setiap keletihanmu, walaupun kamu masih menjadi guru honorer dengan gaji yang pas-pasan, lalu masihkah kamu mendiskusikan para petani dan nelayan yang hidupnya tak kunjung sejahtera padahal lahan dan lautan masih luas, atau masih seeingkah kau mengobrol dengan kawanmu tentang permasalahan SARA yang tidak ada hab