Hai kamu, iya kamu, bagaimana kabarmu? Sehat?.
Kamu diam tak menjawab apa yang aku tanyakan. Tampaknya kamu sekarang terlihat lebih murung dari pada tahun lalu. Apakah kamu tidak bahagia dengan kedatanganku?. Kemana rasa antusiasmu. Biasanya kamu selalu bertanya kabarku. Menanyakan kapan kepulanganku. Menanyakan oleh-oleh yang selalu ku bawa khusus untukmu. Dan yang pasti kamu selalu menyediakan waktu untukku. Tapi sekarang kamu tampak berbeda. kamu lebih sering membuka laptop dengan tumpukan kertas-kertas disampingmu. Kamu lebih memilih membuka gadget canggihmu itu.
Hai kamu, yang wajahnya tampak lesu, sekarang tubuhmu tampak lebih kurus, badanmu hanya terbungkuskan kulit yang berwarna sawo matang. Namun kamu tampak begitu serius dengan segerombolan angka yang membentuk suatu bilangan. Kamu lebih sering membisu menyembunykan perasaanmu. Apakah kamu sudah tidak mau lagi bercerita padaku?. Nampaknya tidak, kamu lebih memilih asyik dengan tugas yang kamu kerjakan itu. Namun terkadang kamu melihat sekilas foto kita berdua yang kamu masih pajang di meja dekat tempat tidurmu itu. Di foto itu aku dan kamu nampak bahagia dengan kelulusan kita. Kita telah menghabiskan 8 (delapan ) semester bersama. Bukan waktu yang sebentar bukan?.
Lama-lama aku pun muak dengan sikapmu. Gejolak didadaku seakan berontak. Amarahku sudah tak dapat ku bendung lagi. Aku berteriak memaki-maki kamu. Kamu malah tampak dingin seakan tidak terjadi apa-apa. Apakah kau tak mendengarkanku. Sial. Aku tak mau menyerah. Jika aku terus didiamkan seperti ini, aku akan melakukan tindakan yang lebih keras lagi. Ku coba mengumpulkan tenaga yang ku miliki kemudian ku jatuhkan foto kita berdua ke lantai. Praaak. Walaupun tak pecah namun akhirnya kamu bereaksi juga. Namun kamu bereaksi berbeda. kamu tidak melihatku. Kamu malah terlihat ketakutan dan kamu akhirnya lari keluar dari kamar.
Komentar
Posting Komentar