Langsung ke konten utama

Terlambat #2

Hai kamu, iya kamu, bagaimana kabarmu? Sehat?.
Kamu diam tak menjawab apa yang aku tanyakan. Tampaknya kamu sekarang terlihat lebih murung dari pada tahun lalu. Apakah kamu tidak bahagia dengan kedatanganku?. Kemana rasa antusiasmu. Biasanya kamu selalu bertanya kabarku. Menanyakan kapan kepulanganku. Menanyakan oleh-oleh yang selalu ku bawa khusus untukmu. Dan yang pasti kamu selalu menyediakan waktu untukku. Tapi sekarang kamu tampak berbeda. kamu lebih sering membuka laptop dengan tumpukan kertas-kertas disampingmu. Kamu lebih memilih membuka gadget canggihmu itu.



Hai kamu, yang wajahnya tampak lesu, sekarang tubuhmu tampak lebih kurus, badanmu hanya terbungkuskan kulit yang berwarna sawo matang. Namun kamu tampak begitu serius dengan segerombolan angka yang membentuk suatu bilangan. Kamu lebih sering membisu menyembunykan perasaanmu. Apakah kamu sudah tidak mau lagi bercerita padaku?. Nampaknya tidak, kamu lebih memilih asyik dengan tugas yang kamu kerjakan itu. Namun terkadang kamu melihat sekilas foto kita berdua yang kamu masih pajang di meja dekat tempat tidurmu itu. Di foto itu aku dan kamu nampak bahagia dengan kelulusan kita. Kita telah menghabiskan 8 (delapan ) semester bersama. Bukan waktu yang sebentar bukan?.


Lama-lama aku pun muak dengan sikapmu. Gejolak didadaku seakan berontak. Amarahku sudah tak dapat ku bendung lagi. Aku berteriak memaki-maki kamu. Kamu malah tampak dingin seakan tidak terjadi apa-apa. Apakah kau tak mendengarkanku. Sial. Aku tak mau menyerah. Jika aku terus didiamkan seperti ini, aku akan melakukan tindakan yang lebih keras lagi. Ku coba mengumpulkan tenaga yang ku miliki kemudian ku jatuhkan foto kita berdua ke lantai. Praaak. Walaupun tak pecah namun akhirnya kamu bereaksi juga. Namun kamu bereaksi berbeda. kamu tidak melihatku. Kamu malah terlihat ketakutan dan kamu akhirnya lari keluar dari kamar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat untuk Mantan, BiIQis

Yth. Kepada Mantan BiIQis Di manapun berada.                 Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.                      Sapardi Djoko Damono Sehubungan dengan datangnya surat ini, aku ingin memberikan kabar bahwa aku di sini sedang tidak terlalu baik tapi tidak juga buruk. Udara musim dingin belum begitu bersahabat denganku sehingga kadang membuatku merasa kurang nyaman. Ya, walaupun begitu, aku tidak bisa menafikan keindahan hujan saljunya yang memberikan hiburan tersendiri bagiku, karena menurutku hujan salju itu seperti hujan gula ...

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahi...