Istanbul-Ankara
Selamat datang "musim dingin". Ya, kau yang selalu saja menganggapku sebagai temanmu, tak lebih dari itu.
Untuk kali ini, saya akan sedikit menceritakan tentang kisah saya sampai bisa (diizinkan) melihat Aya Sofia, Blue Mosque, dan Selat Bosporus yang memisahkan daratan Asia dan Eropa. Tidak hanya melihatnya, kedepannya aku juga diizinkan untuk tinggal di Turki 1 tahun lebih di Ankara dan 1 tahun di Istanbul.
Jakarta
Sebelumnya saya adalah mahasiswa yang suka hinggap di satu tempat ke tempat yang lain. Dimulai dari melabuhkan kehidupan baru di sebuah kos-kosan di Jakarta. Disamping karena kebutuhan hidup yang mahal, saya juga belum menemukan kerja sampingan sehingga saya terpaksa tinggal di tempat kos-kosan kecil. Satu kamar untuk 2 orang. Dengan ruangan kurang lebih 2x2.5 meter. Selama sebulan lebih tinggal di kos-kosan membuatku merasa sedikit penasaran untuk mencari tempat tinggal yang lebih murah, walaupun sifatnya seperti asrama dengan banyak program di dalamnya. Saat itu aku menemukan poster Asrama di suatu mading yang ada di pelataran masjid kampus A UNJ (Universitas Negeri Jember Jakarta). Disana saya bisa tinggal dengan cuma patungan listrik dan air saja yang tidak sampai 300.000 sebulan. Selama di Asrama ini saya bertemu dengan para senior yang kebanyakan dari Fakultas Bahasa, dan di sini saya dididik untuk hidup disiplin, gotong-royong, dan religius. Tidak mengherankan jika para senior ini menjadi orang-orang penting baik di jurusannya atau di fakultasnya. Bahkan hal itu menular kepada beberapa dari kami. Ya. Ini adalah Asrama Pertama saya.
Setelah tinggal beberapa bulan di Asrama Pertama, ada informasi dari seorang intelijen teman mengenai Asrama Gratis dengan fasilitas, ruangan ber-AC, wifi, makan, cuci, belajar bahasa arab, bahasa turki. Asrama tersebut merupakan lembaga Pendidikan dari Turki. Sebenarnya yang paling menarik bagi tipe mahasiswa seperti saya adalah mendengar kata Gratis-nya, tapi setelah dipikirkan lagi, di dunia tidak ada yang gratis tanpa sebuah pengorbanan tertentu. Sesuai dengan prinsip ekonomi yang ingin mencapai sesuatu dengan pengorbanan tertentu. (Abaikan).
Tanpa membuang waktu, dengan ditemani oleh seorang kawan, kami mengunjungi Asrama Turki ini. Di sana kami bertemu dengan seseorang yang disebut Abi/Ağabey yang berasal dari bahasa turki yang artinya kakak (laki). Beliau menjelaskan mengenai kegiatan, peraturan, dan persyaratan untuk masuk Asrama ini. Beliau inilah yang nantinya mengajar dan yang memanajemen asrama ini.
Kegiatan di Asrama ini dimulai dari sehabis maghrib sampai jam setengah sembilan dengan mengkaji beberapa kitab dasar nahwu sharaf, atau ilmu tajwid, dan kajian fikih pada jum'at malam. Kegiatan ekstra pada hari sabtu pagi sampai dhuhur dengan belajar bahasa turki dan pelajaran lain seperti sirah, qiraat, bahasa arab percakapan atau lainnya. Peraturannya adalah harus mengikuti kegiatan yang ada, jika ada keperluan lain harus izin. Syarat masuknya tidak pacaran, dan tidak merokok (dan lainnya yang umumnya dilarang). Biasanya juga setiap sabtu pagi sebelum izin atau ketika malam(ketika luang) kita berolahraga bersama seperti futsal,voli atau paling tidak bulu tangkis. Dan setiap beberapa bulan sekali kita suka piknik atau turing.
Singkat cerita Setelah lulus nanti, akan ada tawaran beasiswa untuk melanjutkan studi di Turki dibidang keislaman. Sebenarnya pelajarannya sama seperti di pondok-pondok tradisional yang ada di indonesia dan sama juga tanpa gelar ketika telah lulus darinya, hanya akan diberikan ijazah dari pimpinan pondoknya. Bedanya mungkin belajarnya di luar negeri, otomatis kita juga bisa belajar budaya turki, seperti bahasa, dan hal lainnnya. Pikir punya pikir, akhirnya aku memutuskan untuk menerima tawaran ini. Jenjang waktunya masih belum pasti. Ketika periode angkatan saya. Kami bersepakat bahwa belajar 2 tahun lebih. Tapi ketika periode angkatan setelah saya 3 tahun lebih. Tiket pulang-pergi sudah ditanggung, biaya kehidupan disana juga sudah ditanggung 100%. Jadi kita hanya tinggal belajar.
Komentar
Posting Komentar