Langsung ke konten utama

Surat 1 Syawal

Kemarin setelah bersilaturahim kesana kemari sambil merayakan idul fitri, badan ini masih sedikit terasa lelah dan mengantuk. Maka ku putuskan untuk tiduran di sofa tamu, hari ini cuaca cukup terik. jadi bikin malas kemana-mana. rasanya semua saudara juga sudah datang semua kemarin. dari yang dekat sampai yang jauh semuanya sudah datang. Bahkan ada saudara yang sampai repot-repot membuat surat untukku. Nah, biar tak lama menunggu, coba baca bersama isi suratnya.



Ramadhan sudah pergi, dia akan kembali 11 bulan lagi. Aku tidak tahu, apakah diriku masih bisa berjumpa dengannya kembali di kemudian hari. Yang pasti aku merasa menyesal karena kali ini aku belum bisa menyapanya dengan semestinya, tak mesra memeluknya padahal belum tahu apakah besok aku masih melihatnya. Aku tidak tahu apakah boleh menyalahkan waktu yang melangkah terlalu cepat, ataukah sebenarnya diriku yang abai dan menyia-nyiakan kehadirannya.

Aku mencoba meneliti dengan seksama, adakah diri ini telah berubah? Ketika ku bertanya pada diri sendiri yang ku dengar hanyalah gema suaraku yang terdengar berulang-ulang. Apa yang saya peroleh ketika berjumpa dengan Ramadhan kemarin?, Aku mencoba lebih dalam melihat ke segala dimensi, ruang, dan sudut yang ada. tapi belum ada yang berbeda. semuanya masih sama.

Terasa kosong... gelap... pengap...
Masih samakah keadaan diri ini seperti sebelumnya? Padahal aku masih ingat bahwa telah banyak sekali perbuatan yang ku persiapkan untuk menerangi, membersihkan, menata dan menghiasi diri ini. Aku mencoba meraba-raba mencari pegangan untuk menjelajahi gelapnya ruang ini. Rasa bingung pun menyeruak menghantuiku sehingga membuatku lari menyusuri lorong gelap dan sempit yang terlalu panjang. Sesak seakan aku hampir mati. 

Lamat-lamat terlihat secercah cahaya putih seolah-olah ingin menunjuki ku ke suatu tempat. Dan aku pun mengikutinya perlahan. Hingga aku menemukan sumber dari setitik cahaya tersebut. Cahaya ini berasal dari lubang yang ada dipojok ruang ini. Bukan pojok, ini adalah sebuah pintu yang berlubang. Berarti di dalamnya ada ruangan yang bercahaya. Tapi pintu ini terkunci. Aku pun berinisiatif tuk mendobraknya. Sekali dua kali tidak bisa, yang ke-tiga kalinya baru pintu terbuka. Kilauan cahaya pun berhambur keluar dari ruang tersebut. Dan semua ruang sekarang menjadi terang. Aku pun melihat papan nama di atas pintu tadi. Disana tertuliskan "Qalbu". 

Setelah semua terang, cahaya putih menyilaukan tersebut berpendar seolah-olah berubah menjadi cahaya berwarna-warni sehingga aku bisa melihat segala sesuatu yang ada di ruang diri. Ketika keadaan semua menjadi terang dan jelas aku mulai melihat ada beberapa bagian lantai yang kotor, perlengkapan kebersihan, hiasan-hiasan, dan segala pernak-pernik lainnya. Aku pun mulai membersihkan lantai yang kotor dengan perlengkapan kebersihan yang ada, setelah itu menata pernak-pernik dan mulai menghiasi ruangan diri ini dengan hiasan-hiasan kebaikan. 

Akhirnya berkat terang ini aku bisa melihat kembali segala yang ku punya. Oh, maaf, bukan terang tapi cahaya ini yang menuntunku ke arah ruang "qalbu" ini. Oh, ternyata bukan cahaya juga, tapi siapa yang menaruh cahaya di ruang ini dan memberi lubang pada pintu qalbu ini. Apakah Ramadhan ataukah pemilik Ramadhan itu sendiri.

Setelah aku membaca surat ini aku bingung, aku harus berekspresi seperti apa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahiran kota Nisaphur /Naisabur, Iran.

1

Hai kamu.. Gimana kabarnya sehat kah? Sehat memang salah satu nikmat yang kadang manfaatnya baru kita rasakan jikalau kita sakit, jadi yuk jangan lupa bersyukur atas kesehatan kita sampai hari ini. Di indonesia masih musim hujan ya? Eh maksudnya yang bagian pulau jawa. Enak dong bisa menikmati gurihnya makan mendoan dengan ditemani harumnya aroma secangkir kopi hangat, pasti kerasa banget kan kenikmatan suasana hujan itu. Apalagi kalau ditambah dengan berkumpul bersama sahabat, keluarga atau orang tercinta pasti momen hujan akan membuat semuanya menjadi lebih hangat. Apakah kamu masih suka pergi ke sekolah untuk bertemu dengan anak-anak kecil yang selalu membuat mu melupakan setiap keletihanmu, walaupun kamu masih menjadi guru honorer dengan gaji yang pas-pasan, lalu masihkah kamu mendiskusikan para petani dan nelayan yang hidupnya tak kunjung sejahtera padahal lahan dan lautan masih luas, atau masih seeingkah kau mengobrol dengan kawanmu tentang permasalahan SARA yang tidak ada hab