Kemarin setelah bersilaturahim kesana kemari sambil merayakan idul fitri, badan ini masih sedikit terasa lelah dan mengantuk. Maka ku putuskan untuk tiduran di sofa tamu, hari ini cuaca cukup terik. jadi bikin malas kemana-mana. rasanya semua saudara juga sudah datang semua kemarin. dari yang dekat sampai yang jauh semuanya sudah datang. Bahkan ada saudara yang sampai repot-repot membuat surat untukku. Nah, biar tak lama menunggu, coba baca bersama isi suratnya.
Ramadhan sudah pergi, dia akan kembali 11 bulan lagi. Aku tidak tahu, apakah diriku masih bisa berjumpa dengannya kembali di kemudian hari. Yang pasti aku merasa menyesal karena kali ini aku belum bisa menyapanya dengan semestinya, tak mesra memeluknya padahal belum tahu apakah besok aku masih melihatnya. Aku tidak tahu apakah boleh menyalahkan waktu yang melangkah terlalu cepat, ataukah sebenarnya diriku yang abai dan menyia-nyiakan kehadirannya.
Aku mencoba meneliti dengan seksama, adakah diri ini telah berubah? Ketika ku bertanya pada diri sendiri yang ku dengar hanyalah gema suaraku yang terdengar berulang-ulang. Apa yang saya peroleh ketika berjumpa dengan Ramadhan kemarin?, Aku mencoba lebih dalam melihat ke segala dimensi, ruang, dan sudut yang ada. tapi belum ada yang berbeda. semuanya masih sama.
Terasa kosong... gelap... pengap...
Masih samakah keadaan diri ini seperti sebelumnya? Padahal aku masih ingat bahwa telah banyak sekali perbuatan yang ku persiapkan untuk menerangi, membersihkan, menata dan menghiasi diri ini. Aku mencoba meraba-raba mencari pegangan untuk menjelajahi gelapnya ruang ini. Rasa bingung pun menyeruak menghantuiku sehingga membuatku lari menyusuri lorong gelap dan sempit yang terlalu panjang. Sesak seakan aku hampir mati.
Lamat-lamat terlihat secercah cahaya putih seolah-olah ingin menunjuki ku ke suatu tempat. Dan aku pun mengikutinya perlahan. Hingga aku menemukan sumber dari setitik cahaya tersebut. Cahaya ini berasal dari lubang yang ada dipojok ruang ini. Bukan pojok, ini adalah sebuah pintu yang berlubang. Berarti di dalamnya ada ruangan yang bercahaya. Tapi pintu ini terkunci. Aku pun berinisiatif tuk mendobraknya. Sekali dua kali tidak bisa, yang ke-tiga kalinya baru pintu terbuka. Kilauan cahaya pun berhambur keluar dari ruang tersebut. Dan semua ruang sekarang menjadi terang. Aku pun melihat papan nama di atas pintu tadi. Disana tertuliskan "Qalbu".
Setelah semua terang, cahaya putih menyilaukan tersebut berpendar seolah-olah berubah menjadi cahaya berwarna-warni sehingga aku bisa melihat segala sesuatu yang ada di ruang diri. Ketika keadaan semua menjadi terang dan jelas aku mulai melihat ada beberapa bagian lantai yang kotor, perlengkapan kebersihan, hiasan-hiasan, dan segala pernak-pernik lainnya. Aku pun mulai membersihkan lantai yang kotor dengan perlengkapan kebersihan yang ada, setelah itu menata pernak-pernik dan mulai menghiasi ruangan diri ini dengan hiasan-hiasan kebaikan.
Akhirnya berkat terang ini aku bisa melihat kembali segala yang ku punya. Oh, maaf, bukan terang tapi cahaya ini yang menuntunku ke arah ruang "qalbu" ini. Oh, ternyata bukan cahaya juga, tapi siapa yang menaruh cahaya di ruang ini dan memberi lubang pada pintu qalbu ini. Apakah Ramadhan ataukah pemilik Ramadhan itu sendiri.
Setelah aku membaca surat ini aku bingung, aku harus berekspresi seperti apa.
Komentar
Posting Komentar