Dulu aku selalu bahagia bila menatapmu, selalu merasa tenang jika disampingmu.
Kau pun juga memiliki perasaan yang sama denganku.
Kau selalu memberikan perhatian kepadaku walau kadang aku merasa sulit untuk memahami perhatian itu. Menasehatiku, mengingatkanku, menegurku. Apakah itu bentuk sayangmu padaku, tapi kenapa aku tidak memahaminya. Kenapa aku terlambat menyadarinya.
Dulu Saat bercanda denganmu, mendengarkan ceritamu. Saat melihat senyummu. Entah kenapa hatiku merasa nyaman. Tapi kenapa aku tidak memahaminya. Kenapa aku terlambat menyadarinya.
Waktu berjalan begitu cepat, tanpa bisa ku hambat. Sekarang aku bingung padamu, kamu selalu menyebut namaku, selalu bilang merindukanku. Tapi kamu selalu diam ketika aku menemuimu. Bahkan tak berapa lama air matamu membasahi wajah indahmu, kamu menangis.
Aku bertambah bingung ketika aku berkunjung ke rumahmu, kamu tidak menyapaku. Padahal kamu selalu menyebut namaku, selalu bilang merindukanku. Tapi kamu selalu hanyut melihat foto kita saat wisuda bersama. Yang ketika itu kamu mengatakan bahwa kamu senang menjadi temanku. Bahkan lebih dari teman, katamu. Entah kenapa saat itu aku tidak peka dengan perasaanmu itu. Aku selalu takut untuk mengakui perasaanku sendiri yang sebenarnya juga mencintaimu. Selain itu aku takut mencintai. Karena takut yang dicintai hilang. Takut yang dicintai meninggalkanku.
Sekarang aku merindukanmu, merindukan candaanmu, teguranmu, senyummu. Lagi-lagi kamu menangis. Ingin ku usap air mata di pipimu, tapi tak bisa. Kau juga sudah tidak bisa mendengarkanku. Kau sudah tidak menghiraukanku lagi. Kau malah mengatakan semoga kita bertemu di surga nanti. Kita kan sudah bertemu. Tapi kenapa kau egois sekali. Huh.
Komentar
Posting Komentar