Langsung ke konten utama

Akankah ku rindukan malam ini?

Malam ini, di kota ini aku menuliskan harapan
Bait demi bait dengan pena kesunyian
Kadang terhenti, kadang salah,
Masih gagalkah, sampai kapan?
Penat, gundah membuncah


Mencoba menyerah, kehilangan arah
Namun doamu berikan secercah cahaya
pada pikiran yang gelap
Hilang lelah, terbangkan daun putus asa
Merasa ringan tuk kembali terbang


'tuk lanjutkan perjalanan sunyi
Membuka ribuan tabir misteri
Mengenali dunia jati diri
Mendengarkan beragam bunyi
Mengambil yang benar-benar sejati

Sampai pada ujung perbatasan
Saat kehendak ditentukan
Akankah ku bertemu cinta dan cita
Tuk sampaikan perjuangan dan penantian
Dari wanita yang meminta kepastian


Satu hal yang pasti, yang datang akan pergi
Tak peduli, kau tak kan bisa lari
Tak 'kan ada perjalanan abadi, semua berhenti saat ini
Kelak di kota lain
Akankah ku merindukan malam ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat untuk Mantan, BiIQis

Yth. Kepada Mantan BiIQis Di manapun berada.                 Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.                      Sapardi Djoko Damono Sehubungan dengan datangnya surat ini, aku ingin memberikan kabar bahwa aku di sini sedang tidak terlalu baik tapi tidak juga buruk. Udara musim dingin belum begitu bersahabat denganku sehingga kadang membuatku merasa kurang nyaman. Ya, walaupun begitu, aku tidak bisa menafikan keindahan hujan saljunya yang memberikan hiburan tersendiri bagiku, karena menurutku hujan salju itu seperti hujan gula ...

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahi...