Langsung ke konten utama

Jadi Turis

Kalo kita lihat turis di negeri kita, kayaknya mata kita udah gak asing lagi ya.

Nah, tapi kalo kita nya yang jadi turis, kan agak asing ya, nah disini saya mau nulis dikit, gimana rasanya kalo kita yang jadi turis.

Hal ini kami alami ketika kami sampai di negeri 1000 menara, Turki. Kami ber-8 orang sedang jalan jalan di pasar eminonu, kaya tanah abangnya, jakarta. Tiba-tiba penjual baju baju, perabotan dll, berbahasa indonesia kepada kami, sok sok akrab gitu, macem- macem bilangnya, ada yang apa kabar, gimana, orang indonesia, silahkan dll. Walaupun tak jarang juga yang menyapa kami menggunakan bahasa malaysia atau melayu, ape kaber, bahkan ada yang mengira kami orang cina, padahal gak ada yang sipit di antara kami.

Selain itu, ketika sampai di suatu objek wisata, banyak mata tertuju pada kami, bukan kami gede rasa atau semacamnya, sebab tidak lama setelah itu ada sebuah keluarga yang ingin foto bersama kami. Walhasil ya, kami izinkan.

İtu sedikit kisah yang bisa disampaikan. Terimakasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat untuk Mantan, BiIQis

Yth. Kepada Mantan BiIQis Di manapun berada.                 Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.                      Sapardi Djoko Damono Sehubungan dengan datangnya surat ini, aku ingin memberikan kabar bahwa aku di sini sedang tidak terlalu baik tapi tidak juga buruk. Udara musim dingin belum begitu bersahabat denganku sehingga kadang membuatku merasa kurang nyaman. Ya, walaupun begitu, aku tidak bisa menafikan keindahan hujan saljunya yang memberikan hiburan tersendiri bagiku, karena menurutku hujan salju itu seperti hujan gula ...

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahi...