Langsung ke konten utama

Indahnya Tak Terlukis kan



Namaku Wayan, aku lahir dan tinggal di bali. Hobiku melukis, aku sering melihat pemandangan indah yang memberikan ketentraman, yang membuatku diam-diam selalu memuji penciptanya. Rasa ini tak bisa dipendam, sehingga diriku selalu mencoba mengekspresikan dengan menuangkannya di sepotong kanvas. Setiap hari aku selalu menyempatkan diri untuk membuat lukisan yang baru. aku tidak merasa kesulitan untuk mengerjakannya karena kebetulan aku tinggal di tempat yang cukup indah, tidak, bahkan menurutku disini adalah tempat paling indah dimana banyak para pelancong domestik maupun asing berdatangan untuk menikmati keindahan alam, orang-orang beserta budayanya. Ya. Disini tempat paling indah. Sampai sekarang aku sangat yakin akan hal itu.



Siang itu, hari Kamis 27 April 2016 aku diajak pergi mengunjungi pulau jawa oleh temanku, Lian. Aku yang belum pernah beranjak dari pulau dewata saat itu langsung menyetujui ajakannya tanpa syarat. Lianpun sedikit bingung padaku karena biasanya aku paling anti untuk keluar dari pulau bali, apalagi tujuannya pulau jawa. Ya, aku memang dari kecil memang kurang suka dengan pulau jawa yang padat dengan manusia itu. bibiku bilang budaya kami sedikit berbeda. Mitosnya, orang bali tidak boleh menikah dengan orang jawa. Aku tidak tahu apa sebabnya.


Seminggu sebelumnya, Kamis 20 April 2016, suasana desa Panglipuran nampak ramai, berbeda dengan hari biasanya. Mungkin hari ini ada upacara penyambutan kedatangan pejabat atau orang penting dari kota. Akupun mengamati orang-orang yang sedang beriringan menuju rumah kepala desa dengan diiringi orang-orang setempat. Lekat-lekat ku amati hanya ada beberapa orang yang kelihatannya penting, bahkan mungkin mereka keluarga. beberapa orang lelaki berkumis berumur sekitar 40 tahun, mungkin yang memakai jas adalah juragannya, 4 lelaki lainnya yang memakai kaos ketat adalah bodyguard-nya, 2 orang wanita yang memakai kerudung adalah istri dan anaknya. Kemudian ku tanya salah seorang perangkat desa mengenai siapa mereka dan ada kepentingan apa mereka datang kesini. Akhirnya aku mengetahui bahwa mereka adalah orang jauh dari jawa barat yang memiliki lahan 10 hektar di dekat desa kami. Kemudian maksud mereka datang kesini adalah untuk meminta izin agar di atas tanah tersebut dibangun sebuah hotel.


Kebetulan kepala desanya adalah pamanku, Gede Sukadana namanya. ketika aku sedang bercakap-cakap dengan warga lain, aku dipanggil oleh pamanku yang sedang berdiri di depan rumahnya. Aku kemudian diperkenalkan oleh pamanku dengan keluarga tersebut. Pamanku pun memintaku untuk melukiskan keluarga tersebut nanti, sebelum pulang. Akupun mengiyakannya. Setelah berdiskusi dengan pamanku mengenai proyek pembangunan hotel, keluarga yang terdiri dari ayah,ibu dan satu anak perempuannya tersebut akhirnya ku lukis, kemampuanku dalam melukis bisa dibilang mahir. Karena tidak sampai 1 jam lukisannya telah selesai, walaupun tak sehebat Damien Dematra, pelukis yang pernah memamerkan lukisan bertajuk Obama Anak Menteng. Tapi setidaknya beberapa sudah terjual. 


Ketika keluarga kaya tersebut melihat hasil lukisanku, mereka terkagum-kagum. Pak Asep menepuk pundakku. Benar-benar pemuda yang hebat, katanya. Ternyata Pak Asep ini juga penikmat lukisan. Singkat cerita akhirnya keluarga tersebut memintaku untuk mengunjungi rumahnya di Bandung, Jawa Barat. Bahkan mereka berjanji akan mengajakku muter-muter bandung gratis. Akupun menanyakan mengapa keluarga tersebut begitu antusias mengajakku pergi ke Bandung. Kemudian Pak Asep menjawabnya. Karena di lukisan yang baru saja ku buat masih belum lengkap, katanya. Masih ada satu putri sulungnya yang belum ku lukis. Pak Asep berkata: Indah kan tidak ikut, jadi Indahnya Tak Terlukis Kan kasihan..

 
 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat untuk Mantan, BiIQis

Yth. Kepada Mantan BiIQis Di manapun berada.                 Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.                      Sapardi Djoko Damono Sehubungan dengan datangnya surat ini, aku ingin memberikan kabar bahwa aku di sini sedang tidak terlalu baik tapi tidak juga buruk. Udara musim dingin belum begitu bersahabat denganku sehingga kadang membuatku merasa kurang nyaman. Ya, walaupun begitu, aku tidak bisa menafikan keindahan hujan saljunya yang memberikan hiburan tersendiri bagiku, karena menurutku hujan salju itu seperti hujan gula ...

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahi...