Langsung ke konten utama

Senandung di Pulau Tidung (Part 2)

Terik matahari masih setia menemani kami, Sidik, Desta, Choib, Rilo, Arif, Niko, Oji, Iqbal dan aku yang berada di atas kapal. Untuk menghilangkan rasa bosan, kami bernyanyi bersama. Sidik yang paling bersemangat untuk masalah bermusik. Sebuah gitar dan drum akustik sengaja ia pinjam, sebagai bentuk bukti semangat Sidik untuk bermusik dalam rangka memeriahkan liburan kami selama di pulau Tidung. Jadilah kami sebagai band dadakan. Dengan gitaris Niko, penabuh drum akustik Sidik, vokalis Oji. Sisanya sebagai backing vokal, dancer (fiksi) dan penonton.


Beberapa lagu kami lantunkan mulai dari lagu-lagu paling nge-Hit sampai lagu-lagu jadul, bahkan lagu-lagu film masa kecilpun seperti Captain Tsubasa, Cibi Maruko Chan dan Crayon Shincan sempat dinyanyikan. Setelah mendendangkan beberapa lagu lawas, satu demi satu dari kami mulai terserang rasa kantuk, band dadakan pun mulai bubar. Masing-masing dari kami yang sudah tidak dapat menahan rasa kantuk melepas sebuah jaket untuk penutup muka dan tubuh kami sewaktu tidur dibawah teriknya matahari. Perlahan angin laut yang sepoi-sepoi menuntun kami kepada frekuensi alam bawah sadar. Walhasil sebagian dari kami berhasil terlelap dalam mimpi-mimpi indah. Ombak yang datang bergulung-gulung membuat kapal sedikit oleng, keadaan tersebut berhasil membangunkanku dari tidurku, akhirnya aku berhasil menunaikan tidurku yang tertunda sewaktu di Metromini.

Aku melihat disekelilingku yang masih berupa lautan, namun sudah terlihat sebuah pulau kecil yang seakan-akan memanggil kami dari kejauhan dengan deburan ombaknya. Akhirnya kami mendendangkan sebuah lagu kembali untuk menunggu penantian kami…. 

Aku melihat lewat jendela bahwa hari sudah pagi, katanya hari ini kami semua hendak melihat Sunrise didekat jembatan cinta, eh malah sebagian dari kami belum bangun. Batal deh. Untuk menghibur diri aku keluar menuju pesisir yang ada didepan homestay kami. Kebetulan homestay kami terletak dipinggir pesisir yang airnya tenang, kalau malam airnya pasang sedangkan kalau siang airnya surut. Perlu diketahui bahwa kebanyakan disepanjang pantai pulau tidung dipasang batu-batu atau pemecah ombak yang terbuat dari semen berada jauh diperairan yang dekat dengan laut sehingga perairan yang dekat daratan airnya sedikit tenang, tidak ada ombak bergulung-gulung karena ombak tersebut telah terpecah di batu-batu atau bangunan buatan manusia.

Aku menuju ke beberapa manusia yang sedang duduk-duduk dipinggir pesisir pantai, kalo gak salah ada Indah, Endah, Dwi k, Ririn, Eva, Juju, Oji, Niko, terus juga ada Choib yang lagi nyari yuyu kangkang buat Uum, mungkin sudah menjadi pekerjaan sehari-harinya sehingga tidaklah sulit bagi Choib untuk menangkap seekor yuyu kangkang. Tidak hanya yuyu kangkang, ada juga seekor babi laut yang berhasil Choib tangkap. Ternyata bukan hanya Uum yang mainan yuyu hasil tangkapan Choib, Endah yang tidak bisa diam plus gak tahu takutnya sama apaan akhirnya ikut bermain juga dengan yuyu kangkang dan bulu babi tersebut. padahal hari kemarinnya abis garuk-garuk pake aspal alias jatuh akibat kesrempet motor, tapi dia nya tetep maksain ikut ke Tidung. Emang kepala banteng tuh wanita. (salam damai).


Matahari sudah mulai meninggi, setelah kami semua berkumpul, Bapak Jauhari (kalo gak salah) selaku pemandu kami selama di Tidung memberikan kami sarapan berupa snack untuk bekal kami menuju pantai Tidung sebelah timur yang ada jembatan cintanya. Setelah semuanya siap. Kami pun caw menggunakan sepeda sewaan masing-masing dengan berdoa masing-masing (bagi yang berdoa). Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima menit kami tiba dipantai timur, setelah sepeda kami parkirkan. Kami semua menuju jembatan cinta (tidak tahu, mengapa dinamakan jembatan cinta) kemudian kami sibuk dengan ritual masing-masing, ada yang langsung cari spot buat photo-photo, ada yang langsung makan bekal sarapannya, ada juga yang langsung nyari toilet. Setelah selesai dengan ritual masing-masing kami menyusuri jembatan sepanjang kasih ibu (?) menuju pulau tidung kecil. Ternyata setelah sampai dipulau tidung kecil kami tidak menemukan hal yang menarik. Akhirnya kami melakukan ritual yang tidak dapat ditinggalkan yaitu foto-foto. Dengan Choib n Om Iqbal sebagai juru foto secara bergantian. Puas dengan berfotoria kami melanjutkan petualangan kami dengan penelusuran bagian perairan dengan banana boat.

Setiap kelompok bersiap-siap ingin menaiki banana boat, setelah menggunakan pelampung akhirnya setiap kelompok naik banana boat, bagiku yang sedikit takut air karena tidak bisa berenang, naik banana boat cukup seru, apalagi saat pemandu banana boat melemparkan kami semua ke lautan, itu rasanya seperti mau bikin salam terakhir buat semua orang, namun pandangan tiba-tiba gelap, rasa sesak tak bisa bernapas menyerbak ke seluruh tubuh. Ternyata yang panik tidak hanya aku, Firman sang juru foto terhebat di dunia Ekopers juga sama paniknya denganku, bahkan saking paniknya ketika terlempar dari banana boat, Sidik menjadi korban yang terkena jurus cakaran elang Firman akibat kepanikan tersebut. 

pasti setiap teman-temanku juga merasakan kesan masing-masing, apalagi saat terjun dari jembatan cinta yang tingginya kurang lebih 10 meter ataupun lebih. Sebenarnya aku tidak ingin terjun dari jembatan cinta, tapi karena dorongan insting untuk mencoba tantangan akupun mendatangi jembatan cinta. Walaupun masih menggunakan pelampung, ketika berada di atas jembatan cinta saat ingin terjun bebas ke air, suasana berubah menjadi tegang mencekam rasanya itu seperti ingin menerjunkan diri ke mulut monster tapi dibelakang ada musuh mengejar, jadi serba salah, kaya makan buah sikurma-kurma. Kalau dipikir dengan banyak pertimbangan rasanya takut bet, akhirnya tanpa pikir panjang aku langsung menerjunkan diri, byurrrr… tapi tidak sesimple itu. 

Ketika menerjunkan diri, tubuh serasa gak bisa bernafas, lalu rasanya lama banget nyampe airnya. Ini yang bikin geli-geli gimana gitu, rasanya pengin teriak sekencang-kencangnya akibat rasa geli ini. Setelah nyebur, rasanya pengin lagi. Tapi setelah berada diatas jembatan cinta, rasa super deg-degan datang lagi, padahal kan tadi udah pernah nyoba,.. akhirnya rasa nekat berhasil nyeburin aku tiga kali. Banyak juga dari teman-teman yang awalnya malu-malu (takut) buat terjun tapi setelah terjun mereka ketagihan kaya Silvi, Sidik, Si Endah, Si Rilo dll.

Ternyata pada betah juga berenang bareng lama-lama dibawah terik matahari, selain pada ketagihan terjun dari jembatan cinta, ada juga yang ketagihan naik banana boat, Randy, Tria, dan Arif kali ini naik Sofa/donat boat, hampir seperti banana boat namun berbentuk bulat seperti donat. Akhirnya setelah puas semua kami pulang menuju homestay, namun karena pada gak bawa uang pas untuk membayar parker sepeda, Randy bersedia meminjamkan uangnya untuk bayar parkiran. (jadi yang masih utang sama Randy tolong dibayar, atau kalau gak, Randy tolong diikhlasin). 

Selama penantian kami menembangkan lagu-lagu iwan fals, yang nyanyi hanya Niko karena yang hafal lagunya cuma Niko, yang lain mengiringi lagu dengan suara mulut, semacam beat box. Sebagiannya lagi sibuk dengan lamuannya masing-masing.

Ombak pesisir pelabuhan pulau tidung sudah terdengar, kapalpun berlabuh. Kami semua turun dan berkumpul disuatu tempat untuk persiapan menuju tempat penyewaan sepeda. Semua dari kami bebas memilih sepeda yang kami inginkan, namun ada beberapa anak cewe ekop yang sepertinya sedikit kesusahan dalam memilih sepeda salah satunya Otoy, dengan kecermatan penuh Otoy mengamati mana sepeda yang cocok dengannya. pada lain waktu sepedanya si Otoy ini dipakai anak ekop lain, walhasil Otoy yang memakai sepeda yang kurang cocok inipun menggerutu dalam hati. Tapi akhirnya Otoy menerima juga kok.

Setelah semua mendapatkan sepeda yang diinginkan, kami menuju ke homestay dengan bersepeda, kami mengikuti tour guide kami agar tidak nyasar dalam menuju homestay kami. Perjalanan kami hanya memakan waktu lima menit, berbeda dengan Eva, Juju, Endah, Indah, Ririn dan Dwi yang muter-muter akibat kehilangan jejak rombongan yang berangkat lebih awal. Walhasil setelah sampai kita langsung istirahat. 
to be continued...
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat untuk Mantan, BiIQis

Yth. Kepada Mantan BiIQis Di manapun berada.                 Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.                      Sapardi Djoko Damono Sehubungan dengan datangnya surat ini, aku ingin memberikan kabar bahwa aku di sini sedang tidak terlalu baik tapi tidak juga buruk. Udara musim dingin belum begitu bersahabat denganku sehingga kadang membuatku merasa kurang nyaman. Ya, walaupun begitu, aku tidak bisa menafikan keindahan hujan saljunya yang memberikan hiburan tersendiri bagiku, karena menurutku hujan salju itu seperti hujan gula ...

Vaksin R081442

Tak ada kata terlambat untuk memulai :)  Malam ini, 8 Ramadhan 1442 atau 20 April 2021 pukul 00.00 aku memulai sesuatu yang lama aku lupakan;  yakni  menulis.  Terakhir kali aku menulis, saat aku masih di Turki,  ketika sedang berkutat dengan hafalan-hafalan kitab klasik nahwu dan sharaf dalam rangka menempuh pendidikan informal yang diselesaikan selama 2 tahun lebih 8 bulan. Saat itu aku menulis mengenai hal-hal yang menjadi keresahan dalam benakku yang aku beri judul "Sampah". Kenapa sampah?  Karena keresahan tersebut ku pikir tidak ada gunanya ketika ditulis. Tapi ku berharap di masa yang akan datang, aku bisa mengambil beberapa pelajaran ataupun bisa memutar kenangan yang mungkin bisa memberikan  trigger  untuk melakukan perbuatan positif yang produktif.  Malam ini aku membaca koran republika yg tanggalnya aku sendiri lupa 😅. Dalam koran tersebut ada beberapa tajuk yang menarik yakni mengenai tokoh Fariduddin Attar seorang penyair kelahi...